Seorang
Musafir dan Penyair Gila
(sumber:
forwarded e-mail)
Di
suatu daerah, ada seorang yang bernama Hamdun yang dianggap berkelakukan
gila oleh sekitarnya. entah dari mana asalnya, tak satupun dari penduduk
daerah itu mengetahuinya. Tiba-tiba saja hadir disana. Kegilaannya biasa
datang pada malam hari. Hamdun akan bersyair dalam kegilaannya.
Pada
siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain
dengan anak-anak. Para penduduk sudah biasa melihat tingkah lakunya.
Mereka tidak khawatir pada anak mereka karena Hamdun tidak pernah
menyakiti orang lain terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil. Ada
saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka
puasa. Setahu mereka, Hamdun tidak pernah terlihat berbuka siang hari.
Tiada putus puasanya.
Yang
lebih mengherankan lagi, Hamdun tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia
lebih suka tidur di emper satu-satunya masjid di daerah itu. Ia selalu
tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.
Suatu
malam, kala kegilaannya datang Handun bersyair:
"Wahai
kekasih,
padamu
aku memuji padamu aku berbakti
engkaulah
yang aku cintai
wahai
kekasih,
jangan
kau tinggalkan aku
jangan
kau benci aku
jangan
kau cemburui aku
karena
cintaku hanya untukmu"
Setelah
bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya iapun mengakhiri syairnya dengan
menangis.
Siang
itu singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar
dan mendekati Hamdun yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya, tetapi
Hamdun tetap saja nyenyak dalam tidurnya.
"Wahai
tuan yang sedang tidur, tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat dhuhur.
janganlah engkau lewatkan waktu sholatmu dengan tidur panjangmu",
kata musafir itu sambil terus membangunkan Hamdun.
Hamdunpun
akhirnya bangun dan menatap si musafir lalu berkata, "Apa pedulimu
denganku. aku sedang bermimpi bersama kekasihku. Tetapi engkau telah
mengusik keasyikanku dengan sang kekasih"
"Tidakkah
engkau ingin melaksanakan sholat untuk menyembah tuhanmu?", tanyanya.
"Tuhan?
tuhan yang mana? aku tidak menyembah tuhan. tiada sedikitpun kusimpan kata
tuhan dalam hatiku. tiada tuhan..tiada tuhan..", jawabnya.
"Masya
Allah, mengapa kau berkata seperti itu?", tanyanya lagi pada Hamdun.
"Aku
hanya memuja sang kekasih dan tiada tempat untuk tuhan dihatiku",
tekannya dalam jawaban.
"Apakah
agamamu, wahai tuan yang tidak bertuhan?", tidak percaya sang musafir
akan perkataan Hamdun.
"Aku?
aku tidak beragama. Aku hanya bercinta kasih. Lalu apa agamamu?",
baliknya bertanya. "Tidakkah engkau lihat aku berada dalam masjid.
Tentunya aku adalah seorang muslim", jelas musafir masih dalam
kebingungan.
"Bila
engkau muslim. aku ingin bertanya dimanakah tuhanmu berada, wahai orang
yang banyak tanya?", pertanyaan Hamdun ini membuat si musafir tiada
dapat berkata-kata. Ia diam bagai seorang bisu. Lalu ia pergi meninggalkan
Hamdun.
"Bah,
engkau mengganggu tidurku saja. menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri
tidak tahu dimana tuhanmu berada", kata Hamdun sambil melanjutkan
tidur siangnya.
-----------------------
"Wahai
kekasih...wahai kekasih,
tidak
kuat aku menahan kerinduan ini
tiada
sabar aku untuk berjumpa denganmu
tiada
kuasa aku untuk menggapaimu
wahai
kekasih...wahai pujaan hati,
kegilaanku
akan dirimu semakin menjadi
wahai
kekasih...wahai dambaan hati,
aku
sebut selalu namamu dan kupatri dalam hatiku
Musafir
yang tadi siang membangunkannya, rupanya sedang mengamati dari kejauhan
segala apa yang telah diperbuat Hamdun. Tidak percaya pada Hamdun yang
syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya
bahwa Hamdun adalah seorang yang gila. Karena rasa penasaran pada apa yang
telah Hamdun perbuat tadi siang padanya, iapun berjalan mendekati Hamdun.
Dan memberi salam, "assalamu'alaikum, wahai Hamdun...".
Hamdun
menoleh dan membalas salamnya, "'alaikumussalam...".
"Sedang
apakah engkau disini seorang diri?", tanya musafir
"Aku
sedang memuji kekasihku...", jawabnya, "apakah keperluanmu malam
begini berada disini?"
"Aku
sedang memperhatikanmu dari kejauhan..", jelasnya.
"Tidak
adakah pekerjaan yang bermanfaat bagimu selain memperhatikanku dalam
bersyair..", tanya Hamdun lagi.
"Aku
hanya berpikir tentang isi dari syair indah yang engkau dendangkan, wahai
Hamdun", jawabnya.
"Mengapa
engkau tidak sholat menyembah tuhanmu?", tanya Hamdun sambil berdiri
"Aku
penasaran akan kata-katamu tadi siang yang membuat aku berpikir panjang
dengan segala yang kau ucapkan. Maukah engkau memberiku penjelasan dimana
tuhan itu berada?", mohon musafir itu pada Hamdun
"Selama
ini engkau menyembahnya tetapi engkau sama sekali tidak tahu dimana ia
berada. sungguh sia-sia segala apa yang engkau kerjakan itu, wahai
musafir..", jelasnya, "tuhan itu banyak..dan jangan sekali-kali
lagi engkau berkata menyembah tuhan. Karena engkau akan berada dalam
kesesatan. engkau pasti bertanya mengapa aku tidak bertuhan dan mengapa
tidak beragama, bukan?".
Musafir
itu menganggukkan kepala.
"Aku
tidak menyembah tuhan tetapi aku menyembah sang kekasih, yaitu Allah
Subhaanahu wa Ta'ala. Mengapa aku mengatakan tidak beragama karena Allah
tidak lagi memberatkan nya padaku. Karena aku telah menjadi kekasihNya.
Apapun yang Dia pilihkan padaku, itulah yang terbaik buatku. walau neraka
yang diinginkanNya untukku, aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta
kasihNya. Untuk apa aku memilih sorga bila tidak bisa menjadi kekasihNya
dan tidak bisa berjumpa serta melihat keindahan wajahNya yang Maha Indah
itu. aku ikhlas menerima kegilaanku karena ingin selalu bercinta
denganNya. Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku. Inilah
kesucian cinta yang Dia inginkan dariku", katanya menjelaskan pada
musafir itu.
"Astaghfirullah
... Maha Suci Engkau, Ya Allah, dari segala prasangka buruk
hambamu..", mohonnya pada Allah setelah mendengarkan penjelasan dari
Hamdun, "tapi mengapa sewaktu aku menyuruhmu sholat tadi siang engkau
menolak?", lanjutnya.
"Apakah
setiap perbuatan selalu harus aku pamerkan kepada semua manusia? Apakah
engkau mengetahui kapan aku sholat tadi siang?", balik Hamdun
bertanya.
"Tidak..",
jawabnya.
"Sesungguhnya
amal yang baik adalah bila tangan kanan bersedekah tidak diketahui oleh
tangan kirinya. Janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan
karena itu semua akan menjauhkanmu dari Allah. Engkau akan memakan
puji-pujian orang lalu engkau akan menjadi riya' karenanya. Bukankah tidak
jauh dari daerah ini ada sebuah hutan? Aku pergi kesana untuk melaksanakan
sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur.
Agar orang melihat apa yang aku perbuat. dan tetap seperti itu pandangan
mereka", Hamdun menjelaskan.
"Lalu
dengan apakah caranya engkau sholat bila tubuhmu engkau biarkan terbaring
dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?", rasa ingin tahu musafir
itu semakin menjadi.
"Aku
memakai tubuh kekasihku. Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin", jawab
Hamdun dan lanjutnya lagi, "besok siang, setelah sholat dhuhur
lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid. jangan
sekali-kali engkau ganggu tidurku. lalu pergilah engkau ke hutan
sana"
"Baiklah..aku
akan menuruti perkataanmu", musafir itu menyetujui permintaan Hamdun.
Setelah
memberi salam, iapun bergi meninggalkan Hamdun yang mulai bersyair lagi.
Keesokan
harinya, setelah selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan Hamdun
yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Dan iapun bergegas pergi menuju hutan
yang dimaksud Hamdun semalam. Ia mencari-cari dimana Hamdun berada.
Musafir
itu sempat terkejut ketika mendapati Hamdun sedang melaksanakan sholat
dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga
selesainya Hamdun melaksanakan sholat. Setelah salam dan berdo'a, Hamdun
mendekati musafir yang sejak tadi dalam kebingungan.
"Wahai
Hamdun, aku tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati
tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid. Dan aku disini
mendapati pula engkau yang bertubuh melaksanakan sholat. Padahal engkau
katakan semalam bahwa engkau pergi kesini dengan memakai tubuh
kekasihmu", jelasnya masih belum sadar dari kebingungannya.
"Wahai
anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan Allah?", tanya Hamdun.
musafir itu menggelengkan kepada. "Allah berkuasa pada semua orang
pilihanNya. Tiada mustahil segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau
punyai itu adalah mata kasar. Bila engkau mempunyai mata halus niscaya
engkau tiada mendapati aku disana. Itu hanyalah bayanganku saja. dan tubuh
asliku yang sebenarnya ada disini, berada dihadapanmu."
"Mengapa
pula aku katakan aku memakai tubuh kekasihku? Karena bila engkau melihat
pada awal kejadian, bahwa sebenarnya tubuh ini hanya mendindingi kenyataan
sebenarnya. Dinding itu akan hilang bila engkau telah menyerahkan
segalanya pada Allah. Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau
telah memakai pakaian sebenarnya yaitu pakaian ruh."
"Tetapi
aku tidak bisa menjelaskannya padamu tentang segala sesuatu mengenai ruh.
Karena ruh itu adalah urusan Allah. Mereka yang tidak mengerti akan
menghalalkan darahku", jelasnya.
"Aku
sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai Hamdun", kata
musafir itu.
"Sekarang
lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini", kata Hamdun sambil
memperlihatkan sesuatu di balik jubahnya. Cahaya terang memancar dari
dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjubnya
akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan.
Tak
berapa lama, ia sadar dari pingsan dan tidak mendapati lagi Hamdun disana.
Iapun berlari untuk menemui Hamdun yang sedang terbaring nyenyak di depan
masjid. Sesampainya disana, ia membuka selimut yang menutupi tubuh Hamdun.
Betapa terkejutnya lagi ia karena dibalik selimut itu hanya didapati
tumpukan-tumpukan batu.
"Masya
Allah...Maha Suci Engkau, Ya Allah....", panjatnya dalam keheranan.
"Ya
Allah, siapakah Hamdun ini sebenarnya? siapakah orang yang misterius ini?
siapakah seorang penyair gila ini?", do'anya dalam hati.
Iapun
pergi dengan membawa bermacam kebingungan. dan selalu memohon petunjuk
pada Allah siapa sebenarnya orang gila yang ia temui itu.
-----------------------
Demi
Al-Qur'an yang penuh hikmah, (QS 36:2)
Dan
Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding
(pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
(QS 36:9)